Dukungan Karantina Terhadap Pertumbuhan Ekspor Produk Pertanian


 Bogor - Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil menggenjot produksi pertanian sekaligus mengangkat daya saing produk yang dihasilkan sehingga mampu mencapai pertumbuhan ekspor 24 persen atau setara dengan nilai Rp 441,9 triliun di tahun 2017. Membaiknya kinerja ekspor pertanian juga mengindikasikan semakin baiknya layanan perkarantinaan dalam mempercepat layanan perizinan, memaksimalkan diplomasi, hingga strategi jemput bola sejak proses produksi di petani.

 

“Ada upaya yang sanga keras perkarantinaan dalam mendukung pencapian ekspor pertanian tersebut. Barantan misalnya, melakukan penyusunan Perjanjian Protokol Karantina dengan negara-negara tujuan, serta mempercepat pemenuhan protokol karantina dengan melakukan proses Inline Inspection bersama petani,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Banun Harpini saat paparan evaluasi nasional capaian kinerja 4 tahun dan Karantina Pertanian di Era Industri 4.0 di Bogor, Senin (19/11).

 

Untuk akses percepatan secara elektronik juga dilakukan dengan pertukaran data E-Cert atau sertifikat elektronik yang dikirim ke negara tujuan. Saat ini sudah 3 negara yakni: Australia, New Zealand dan Belanda, dan sedang proses penyetaraan sistem dengan negara Jepang, Amerika dan Singapura.

 

Salah satu hal penting dalam ekspor produk pertanian adalah perjanjian sanitary and phytosanitary (SPS) atau langkah atau tindakan untuk melindungi manusia, hewan, dan tumbuhan dari penyakit, hama, atau kontaminan. Terhitung 4 tahun, sudah ada 4 hasil perjanjian SPS untuk akselerasi Ekspor Produk Pertanian Indonesia, yakni masing Indonesia – Australia Comprehensive Economic Partnership Agrement (CEPA) untuk produk Coklat, Manggis, Salak, dan Kopi. Perjanjian ini menghasilkan nilai ekspor USD 667,8 Juta di 2018. Perjanjian lainnya adalah Indonesia - Cile CEPA untuk komoditas crude palm oil (CPO) dan Jagung, yang sudah menghasilkan USD 143,8 juta di 2018.

 

Selain itu, perundingan SPS juga dilakukan ASIAN Hongkong China Free Trade Agreement (FTA) untuk produk Tepung kelapa, Mangga, SBW, Kopi, Madu, Coklat, Teh, dan Reptil yang nilai ekspornya mencapai USD 3 milyar tahun 2018. Dan terakhir, Indonesia-European Free Trade Association dengan komoditas rempah-rempah, kakau, kopi, teh, produk kayu, dan ikan yang menghasilkan nilai ekspor USD 1,2 milyar pada 2018.

 

“Barantan di 4 tahun terakhir juga lakukan perluasan negara tujuan ekspor baru yaitu Ukraina, Timor Leste, dan Papua New Guinea (PNG). Termasuk menambah komoditas/produk baru ke negara-negara mitra dagang tradisional, misalnya salak ke Selandia Baru, lalu mangga dan manggis ke Australia; manggis, PKE, produk kayu dan durian ke Tiongkok. Juga bunga krisan, pisang, nenas ke Jepang; kelapa dan produknya ke India dan Amerika Serikat; serta PKE ke Philipina,” beber Banun.

 

Perbaikan Layanan Hingga Identifiksi Produk Andalan Baru Pertanian

 

Semenjak tahun 2015 hingga saat ini banyak bertumbuh komoditas ekspor yang sifatnya andalan baru atau emerging. Buah manggis adalah salah satunya yang telah dikirim ke 23 Negara. Dengan total nilai dagang total rupiah 11,62 Triliun dengan total volume masing-masing : 31.296 ,00 Ton (2015), 30.099,67 Ton (2016), 11.427,77 Ton (2017) dan 26.939,20 Ton (2018)

 

Untuk produk hewan, produk yang terus menunjukan tren peningkatan volume dagang adalah: Sarang Burung Walet. Hampir seluruh negara didunia menerima komoditas ini. SBW berhasil membukukan total nilai dagang selama  4 tahun senilai Rp 107,2 triliun. Dengan masing-masing volume ekspor sebagai berikut : 700,66 Ton (2015), 773,22 Ton (2016),1.158,15 Ton (2017) dan 1.135,09 Ton (2018 hingga bulan Oktober).

 

“Melalui sistem layanan karantina yang disebut IQFAST, Barantan juga mencatat produk pertanian yang khas dan digemari manca negara, antara lain: tanaman dan bunga hias, produk pertanian organic, lidi, daun kelor, ulat, produk turunan kelapa dan daun ketapang,” jelas Banun.

 

Ekspor produk-produk pertanian juga didukung dengan pengembangan layanan ekspor antara lain laboratorium yang berstandard internasional, layanan prioritas ekspor, in-line inspection, e-certification dan berbagai kebijakan teknis dalam mendukung akselerasi ekspor maka Barantan memberikan kontribusi yang besar dalam rangka mensukseskan kinerja ekspor sektor pertanian.

 

Secara khusus, layanan ekspor melalui in-line inspection diberikan dari mulai tempat produksi guna menjamin produk yang akan diekspor berasal dari area yang bebas dari penyakit, dibudidayakan dengan sehat, penjaminan tindakan pemeriksaan dan perlakuan sesuai standard negara tujuan ekspor, sertifikasi  di packing house sampai dengan pengangkutan ke tempat pengeluaran.

 

“In-line inspection adalah aksi layanan jemput bola kami untuk mempercepat proses bisnis ekspor produk pertanian. Hingga tahun ini, in-line Inspection telah dapat dilakukan terhadap 189 produk tumbuhan, hewan termasuk rumput laut.," tutur Banun.

 

Terkait reformasi birokrasi, Banun menambahkan, Baratan telah menerapkan ISO 17025:2015 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP). Hal tersebut untuk menjaga integritas dalam menjalankan tugas. Saat ini telah ada 34 Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau 65 persen dari total UPT yang ada di lingkup Barantan yang telah menerapkannya. Di akhir tahun ditargetkan akan ada 52 UPT telah berhasil diakui.




Berita Lainnya