Devisa Ekspor Kelapa Sawit Capai 250 Trilyun


Nusa Dua, Bali – Devisa ekspor yang dihasilkan dari produk kelapa sawit tahun 2014 mencapai 19,56 milyar US Dollar Amerika atau setara Rp. 250 trilyun, atau lebih dari 10% APBN Indonesia. Demikian sambutan Menteri Pertanian yang dibacakan oleh Staf Ahli Bidang Lingkungan Pertanian, Mukti Sardjono, di hari Kedua Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan Lingkungan (ICOPE) di Nusa Dua, Bali, Kamis (17/03)

"Seperti diketahui produksi tahun 2014 sebesar 29,34 juta ton CPO, Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia bersama Malaysia. Kebutuhan minyak nabati dunia saat ini lebih dari 50% bersumber dari minyak kelapa sawit" kata Staf Ahli.

Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit yang luasannya saat ini mencapai lebih dari 10 juta ha, 41% diantaranya adalah perkebunan rakyat. Pengusahaan kelapa sawit kini menyerap lebih dari 4,5 juta tenaga kerja di sektor on farm. Penyerapan tenaga kerja ini akan lebih besar lagi jika tenaga kerja di sektor off farm dan jasa agribisnis kelapa sawit dimasukkan.

ICOPE, konferensi 2 tahunan ini merupakan kali ke 5 dilaksanakan, dengan mengusung tema ”Kelapa Sawit Berkelanjutan dan Perubahan Iklim: Jalan ke depan melalui Mitigasi dan Adaptasi” acara dibuka secara resmi oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada Selasa lalu, diikuti lebih dari 400 ilmuwan dunia terkemuka, pejabat pemerintah, masyarakat sipil, perwakilan industri, hingga akademisi.

Merujuk dari COP 21 di Paris beberapa waktu yang lalu, semua pihak termasuk sektor kelapa sawit telah bersepakat untuk dapat menekan peningkatan pemanasan global dan perubahan iklim melalui berbagai upaya mitigasi maupun adaptasi.

Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara produsen minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia memiliki pandangan ke depan untuk mampu mengantisipasi tantangan dan peluang untuk komoditas ini.

“Industri Kelapa sawit dihadapkan pada berbagai isu kelapa sawit yang berkaitan dengan lingkungan, seperti menurunnya keanekaragaman hayati, penyebab degradasi lahan dan deforestasi, penyebab emisi gas rumah kaca, kebakaran dan sebagainya. Isu-isu tersebut tentunya perlu kita sikapi dengan arif dan harus kita buktikan bahwa pembangunan perkebunan di Indonesia sudah mengikuti peraturan perundangan di Indonesia, dalam kerangka pembangunan berkelanjutan” jelas Staf Ahli.

Pemerintah adalah telah mengupayakan peningkatan produktivitas, lahan dan daya saing komoditas kelapa sawit. Dari hasil penelitian, produktivitas kelapa sawit dapat ditingkatkan dari 3,5 ton CPO/ha menjadi 6 ton CPO/ha bahkan lebih.

Optimasi pemanfaatan hijauan dan limbah kelapa sawit dapat diintegrasikan dengan ternak sapi dan dapat dilakukan integrasi dengan pengembangan tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai, pada periode tanaman belum menghasilkan (TBM). Diharapkan pengembangan kelapa sawit kedepan tidak hanya menghasilkan minyak kelapa sawit, namun juga dapat mendukung upaya swasembada pangan dan daging.

Berkaitan dengan peningkatan Komitmen Pembangunan Berkelanjutan komoditas Kelapa Sawit, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015 tentang Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang merupakan sistem sertifikasi yang telah mengintegrasikan berbagai peraturan perundangan di Indonesia. Dengan demikian, ISPO wajib dipatuhi oleh perusahaan perkebunan dan merupakan bukti kepatuhan terhadap peraturan perundangan di Indonesia bahwa perusahaan perkebunan telah menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.

Saat ini telah ditetapkan 12 Lembaga Sertifikasi dan telah telah diserahkan 149 sertifikat ISPO untuk perusahaan perkebunan dengan total areal mencapai sekitar 2 juta Ha yang dapat memproduksi CPO 6 juta  ton/tahun. Sertifikasi kebun plasma dan swadaya-pun sedang didalam proses pelaksanaan, bekerjasama dengan berbagai pihak.

Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah adalah dengan pengurangan emisi yang secara terencana dan melakukan pengaturan penggunaan CPO untuk memenuhi kebutuhan biodiesel dalam negeri. Seperti tahun ini, penggunaan CPO untuk Biodiesel di targetkan 15% (B15) atau setara dengan 4,31 juta ton CPO, tahun 2016 ditargetkan meningkat menjadi 20% (B20). Tahun 2020 ditargetkan penggunaan CPO untuk Biodiesel mencapai 30% (B30) atau setara dengan 15,66 juta ton CPO.

Lebih lanjut dalam sambutannya, Staf Ahli Menteri menekankan bahwa kebijakan pengelolaan kelapa sawit dikeluarkan untuk pembukaan lahan tanpa bakar dan membentuk brigade pengendali kebakaran kebun.

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) / Best Management Practices (BMP) dan praktek-praktek budi daya ramah lingkungan dilaksanakan disamping kebijakan lainnya memanfaatkan agensia hayati dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Pemanfaatan dan pengelolaan limbah cair dan tandan kosong sebagai pupuk, sabut dan cangkang sebagai energi, dan mitigasi gas metana melalui methane capture sebagai energi listrik, adalah aktivitas pengelolaan komoditas ini menuju perkebunan kelapa sawit yang zero waste.




Berita Lainnya