Padi Bebas Residu Jadi Harapan Baru Petani Pangandaran


Pangandaran,- Penggunaan pestisida kimia memang dapat menyelamatkan pertanaman padi dari kegagalan panen, akan tetapi penggunaan secara terus menerus dalam jumlah yang tinggi serta tidak sesuai aturan juga dapat merugikan alam dan manusia sendiri. Pemakaian secara tidak bertanggungjawab dapat mengganggu keseimbangan ekologi karena matinya musuh alami serta menjadi residu pada padi yang dihasilkan.  Perlu upaya untuk menekan dampak kerugian tersebut dan untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkualitas.  Beras yang dikonsumsi masyarakat juga harus beras sehat bebas residu  bahan kimia,  khususnya  residu  pestisida        
 
Budidaya padi bebas residu, dapat berupa budidaya organik ataupun non-organik (konvensional). Disebut padi bebas residu lantaran padi tersebut dipupuk dengan menggunakan bahan organik dan bio pestisida non organik serta meminimalisir penggunaan bahan kimia.
 
Seperti disampaikan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi pada hari Jumat (27/11) bahwa penggunaan pestisida kimia secara masif memang dapat menyelamatkan pertanaman dari kegagalan panen, akan tetapi penggunaan pestisida kimia yang terus menerus dan dalam jumlah yang tinggi dapat merugikan alam dan manusia sendiri.
 
“Dengan cara ini, dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi. Untuk itu perlu digalakkan budidaya padi bebas residu, terutama ditujukan terhadap kualitas hasil gabah atau beras," ajaknya. 
 
Ke depannya Suwandi  berharap agar penanaman padi dengan sistim bebas residu ini akan terus dapat meningkatkan produksi padi para petani, dan sebagai upaya yang harus dilakukan demi ketersediaan pangan nasional.  
 
Ajakan agar masyarakat untuk bersama-sama menggalakkan budidaya tanaman padi bebas dari residu pestisida, mendapat respon cukup baik dari petani. Apalagi setelah para petani mendapatkan sosialisasi terkait pemanfaatan dari penanaman padi bebas residu ini serta hasil yang dirasakannya.
 
Tahmo, Ketua kelompok Taruna Tani Mekar Bayu di Kabupaten Pangandaran yang giat melakukan penanaman padi bebas residu bantuan dari Kementerian Pertanian.  Dari luas lahan seluas 20 hektar dengan jenis atau varietas bibit inpari 42 sebanyak 5 kwintal dan menggunakan sistem jajar legowo 2, dapat menghasilkan 7,48 ton / Ha gabah kering giling (GKG). “Dengan menggunakan pupuk organik, agen hayati dan juga pestisida pupuk organik cair. Ternyata hasil padinya tahan terhadap kekeringan juga produksinya meningkat,” terangnya.
 
Dengan menanam padi menggunakan pupuk organik, agen hayati dan juga pupuk organik cair, hasilnya berupa padi yang steril dari bahan-bahan kimia, selain itu juga tanah juga menjadi subur dan gembur. Penjualan hasil panen juga disebutkan Tahmo tidak susah, dan ada perbedaan 10 persen dengan harga padi konvensional atau yang dengan pupuk kimia, yang pada akhirnya lebih menguntungkan para petani. Harga jual beras padi bebas residu sekitar Rp 12.500-15.000 per kg, lebih menguntungkan dibandingkan harga beras biasa sekitar Rp 8.000-10.000 per kg. Rasa dari nasi yang dihasilkan padi bebas residu ini, lebih enak.
 
Terpisah, Kasubdit Padi Irigasi dan Rawa, Ditjen Tanaman Pangan Rachmat mengatakan, Kementerian Pertanian khususnya Ditjen Tanaman Pangan tahun 2020  untuk kegiatan padi bebas residu sudah diterapkan dan dibudidayakan seluas 29.480 Ha di beberapa tempat dan wilayah di Indonesia. “Hal ini sesuai arahan Mentan Syahrul Yasin Limpo untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, bukan hanya dari sisi kuantitas tapi juga mulai memikirkan aspek kualitas yang aman bagi lingkungan maupun kesehatan,” ujarnya.
 
Rachmat berharap kegiatan ini terus berkelanjutan, tidak serta merta berhenti saat program selesai. “Karena kita harus concern pada lingkungan juga, menjaga kelestarian lingkungan dan kesuburan tanah serta menghasilkan produk yang aman dan sehat dikonsumsi masyarakat,” tandasnya.



Berita Lainnya