Melalui Program Peremajaan Sawit, Pemerintah Komit Tingkatkan Kesejahteraan Komunitas Kebun Sawit Rakyat


 Serdang Bedagai (27/11/2017) - Pemerintah memulai peremajaan tanaman kepala sawit untuk wilayah Sumatera Utara,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan didampingi Menko Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri UKM, Menteri APTR, dan  Mensesneg melakukan peremajaan kelapa sawit di Desa Kota Tengah, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, pada Senin (27/11/2017).  

Presiden menyatakan bahwa saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit yang terbesar di dunia, tapi banyak kebun kelapa sawit saat  ini di Indonesia sudah tua (usia 25 tahunan).

Karena itu, pemerintah berkomitmen untuk melakukan peremajaan terhadap kebun kelapa sawit milik rakyat. “Banyak tanaman kelapa sawit yang sudah tua. Untuk itu, kebun kelapa sawit yang punya rakyat, harus diremajakan,” tegas Presiden.

Indonesia memiliki 11,9 juta ha lahan sawit. Sebanyak 41 persen atau 4,6 juta hektare merupakan kebun kelapa sawit milik rakyat. Pengelolaan kebun kelapa sawit rakyat masih memiliki beberapa kekurangan, di antaranya bibit yang tidak bagus dan banyak tanaman yang berusia lebih dari 25 tahun. Kondisi ini menyebabkan produktivitas kebun rakyat masih lebih rendah dibandingkan perkebunan besar.

“(Peremajaan) membutuhkan biaya tidak sedikit, tapi harus kita kerjakan. Kebun sawit rakyat harus kita remajakan,” ucap Presiden.

Dalam mengembangkan komoditas sawit, pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kebun kelapa sawit milik rakyat. Seperti yang disebutkan Menko Perekonomian Darmin Nasution, pengelolaan kebun sawit rakyat perlu ditingkatkan lebih baik. “Dari 4,6 juta hektare kebun rakyat yang ada di Indonesia, sekitar 2,5 juta keluarga terlibat dalam pengelolaan. 

Untuk itu, penting meningkatkan kapasitas kebun rakyat dalam memproduksi,’ imbuh Darmin. 

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga menyebutkan pentingnya memperhatikan kesejahteraan para petani yang terlibat dalam komunitas pengembangan kebun sawit rakyat. Amran menyebutkan kampanye hitam yang gencar dilancarkan terhadap perkebunan sawit Indonesia berpotensi merugikan para petani sawit tersebut. Untuk itu, Amran meminta publik untuk melihat permasalahan pengembangan sawit secara holistik.  “Dalam mengembangkan sawit di Indonesia, kita juga perlu melihat dari sisi community welfare. Dengan adanya kampanye hitam, bisa menyebabkan harga CPO (crude palm oil.red) turun. 

Secara logika, ini akan mempengaruhi sumber pendapatan para petani yang tergabung dalam komunitas kebun sawit rakyat. Mereka bisa beralih mencari penghasilan dengan menebang pohon. Ini akan berdampak lebih buruk terhadap  lingkungan,” papar Amran.

Seraya menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek community welfare dalam pengembangan sawit, Amran juga berjanji pemerintah akan terus memperhatikan aspek lingkungan. “Saya setuju bahwa pengelolaan sawit harus berkelanjutan. Untuk itu, kita akan terus kembangkan sustainable agriculture,” ujar Amran. 

Komitmen pemerintah untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan telah membuahkan hasil yang positif. Berdasarkan data yang dirilis "The Economy Intelegent Unit" di Inggris, Indonesia berada di urutan 16 di dunia untuk kategori Sustainable Agriculture atau pertanian berkelanjutan. Posisi ini masih di atas Amerika Serikat dan Tiongkok. 

Lebih lanjut, Amran meminta masyarakat untuk tidak khawatir terhadap ancaman sejumlah negara Eropa yang akan memboikot produk CPO Indonesia.

Saat ini, Indonesia terus mengembangkan konversi sawit ke biofuel. “Sawit kita di Eropa ada sekitar 3,2 juta ton. Konversi minyak sawit ke biofuel saat ini sudah mencapai 3 juta ton. Kita akan tingkatkan dari B.15 ke B.20, atau campuran 20 persen minyak sawit dalam bahan bakar minyak. Nanti ke depannya, kita akan tingkatkan ke B.30. Dengan target pemanfaatan minyak sawit yang terus meningkat, kita tidak perlu takut dengan boikot negara-negara tertentu,” ujar Amran.




Berita Lainnya