Pendekatan One Health Menjadi Upaya Indonesia Bebas Rabies


Sukabumi (07/10) - Rabies merupakan salah satu zoonosis utama dan selalu menjadi masalah kesehatan masyarakat. Mengingat besarnya ancaman penyakit ini, maka sudah seharusnyalah program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan rabies menjadi tanggung jawab bersama khususnya instansi yang menangani aspek kesehatan, instansi yang menangani kesehatan hewan dan Pemerintah Daerah yang mengkoordinir masyarakat. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita pada acara Hari Rabies Sedunia (World Rabies Day) pada hari ini Sabtu, 7 Oktober 2017 di Sukabumi.

I Ketut Diarmita menyampaikan, saat ini daerah yang telah berhasil dibebaskan dari rabies, yaitu: Provinsi Jatim, Jateng, DI. Yogyakarta, DKI. Jakarta, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan NTB. Sedangkan untuk pulau yang telah bebas rabies, yaitu: Pulau Weh, Pulau Pisang, Pulau Enggano, Kabupaten Meranti dan Kepulauan Mentawai. 

"Target pembebasan wilayah dalam jangka pendek ingin kita selesaikan, yaitu: (1). Pembuktian bebas rabies secara historis Provinsi Papua dan Papua Barat (2017-2018); (2). Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara (2018); (3). Kepulauan Nusa Penida, Ceningan dan Lembongan, Bali (2018-2019).

Menurutnya,  pelaksanaan program pengendalian dan pemberantasan rabies saat ini dihadapkan dengan beberapa tantangan besar dengan masih banyaknya wilayah di Indonesia yang tertular rabies. "Untuk menjawab tantangan ini, kerja sama dengan berbagai pihak dan pemangku kepentingan, serta otoritas veteriner harus terus ditingkatkan melalui pendekatan "One Health", kata I Ketut Diarmita. 

"Kita berharap dengan pendekatan "One Heath",  Indonesia dapat segera dibebaskan dari  rabies", kata I Ketut Diarmita. 

Menurutnya, komitmen semua pihak baik di tingkat lokal maupun nasional sangat penting untuk mencapai target tersebut. "Hal ini karena pada tingkat regional ASEAN, telah menjadi kesepakatan para Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan se-ASEAN, dan telah dicanangkan ASEAN free of Rabies by 2020 yang tertuang dalam dokumen ASEAN Rabies Elimination Strategy (ARES)", ungkap Dirjen PKH tersebut.

"Namun demikian, kita harus sadari bersama bahwa untuk mencapai target tersebut sangat berat, sehingga evaluasi harus dilakukan untuk menyesuaikan target-target kita baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, maupun di tingkat nasional", kata I Ketut Diarmita. "Peta Jalan Pemberantasan Rabies Nasional yang menargetkan Indonesia bebas rabies pada tahun 2020 juga harus kita sesuaikan dengan kondisi nyata situasi penyakit dan kemampuan sumberdaya kita", ucapnya.

I Ketut Diarmita juga bercerita, pada akhir tahun 2015, tiga organisasi internasional yaitu WHO, OIE, dan FAO melakukan pertemuan global di Jenewa yang dihadiri oleh negara-negara se-dunia, dan berbagai institusi dan organisasi internasional lainnya. Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa rabies merupakan penyakit yang menjadi prioritas bersama dan menjadi kandidat untuk diberantas dari dunia, setelah sebelumnya dunia berhasil memberantas penyakit smallpox pada manusia dan rinderpest pada hewan.

Pertemuan tersebut juga menghasilkan kesepakatan terkait rencana Global Elimination of Dog Mediated Human Rabies by 2030, dan inilah kemudian yang diangkat menjadi tema World Rabies Day 2017 yang diperingati pada tanggal 28 September kemaren, yaitu "ZERO BY 2030" 

"Untuk itu, dengan adanya target global ZERO BY 2030 ini, kita di tingkat lokal dan nasional memiliki kesempatan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait target-target bebas, sekaligus bisa memberikan masukan untuk target di tingkat regional ASEAN", ucap I Ketut Diarmita.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk mencegah, mengendalikan maupun memberantas rabies pada hewan, maka kebijakan dan strategi nasional yang dilaksanakan saat ini adalah melalui pelaksanaan gerakan vaksinasi massal pada hewan penular rabies (HPR) secara berkelanjutan.  Selain itu, berbagai tindakan untuk mengendalikan populasi anjing, pengaturan atau pengawasan perdagangan dan lalu lintas anjing, serta strategi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat juga terus kita lakukan", ujarnya.

Dirjen PKH ini beranggapan, keberhasilan program pengendalian dan penanggulangan rabies sangat dipengaruhi oleh seberapa besar keterlibatan seluruh lapisan masyarakat, baik itu keaktifan petugas kesehatan dan kesehatan hewan, perilaku pemilik hewan, partisipasi masyarakat luas, keberhasilan sosialisasi, penyediaan logistik, dan dipahaminya ekologi anjing. "Kami harapkan dengan adanya program KIE berkelanjutan kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih bertanggungjawab dalam pemeliharaan hewan mereka (responsible pet ownership)", ucapnya penuh harap.

"Melalui event ini kita mengajak semua stakeholder untuk berpartisipasi secara aktif melalui kegiatan-kegiatan pelibatan masyarakat terkait pengendalian dan penanggulangan rabies, dengan harapan kegiatan-kegiatan tersebut akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya, ancaman, dan pentingnya keterlibatan mereka dalam melindungi kesehatan masyarakat dan hewan dari bahaya rabies", tutup I Ketut Diarmita.

Contact Person:
Drh. Syamsul Ma'arif, MSi Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan).




Berita Lainnya