Cirebon - Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur, Ani Andayani mengatakan Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyiapkan upaya untuk mengantisipasi banjir yang dapat mengancam terwujudnya swasembada pangan. Upaya tersebut yakni melalui manajemen tata kelola infrastruktur pertanian. Antisipasi banjir ini dengan menggandeng kementerian dan lembaga terkait.
"Manajemen Tata Kelola Infrastruktur Pertanian itu terdiri atas Tata Kelola Lahan, Tata Kelola Air dan Tata Kelola Informatika. Ketika berbicara tata kelola air maka itu tidak hanya berbicara cari air, panen air dan distribusinya saja tetapi juga bagaimana mengatasi fenomena yang muncul akibat kelebihan atau berlimpahnya air" ungkap Ani Andayani, SAM Bidang Infrastruktur Pertanian saat membuka Focus Group Discussion Tata Kelola Infrastruktur Pertanian Tahap VII yang kali ini temanya adalah "Upaya Mendapatkan Solusi Permanen Mengatasi Kebanjiran dalam Mendukung Swasembada Beras Nasional Berkelanjutan" yang dilaksanakan di Cirebon, Rabu (8/3).
Ani juga menambahkan bahwa kejadian banjir pada lahan sawah di wilayah Kabupaten Cirebon (sebagai sampel kasus) yang selalu terjadi hampir setiap tahun ini mempunyai penyebaran areal terdampak yang cukup luas, yaitu pada 2017 ini mencapai 3.000 ha lebih atau setara dengan kehilangan produksi sebesar 200.000 ton per tahun.
"Selain faktor anomali iklim, alih fungsi lahan di daerah hulu dan posisi topografisnya yang terletak pada daerah yang rendah, dipilihnya cirebon untuk analisis karena produksi padi cirebon menyumbang 20% lebih pasokan beras di pasar induk cipinang, kemudian adanya kerusakan pintu air dan sedimentasi yang terjadi di muara dan sepanjang sungai juga merupakan faktor penyebab terjadinya banjir" ujar Ani.
Ani menilai penanganan banjir yang dilakukan sampai saat ini masih dilakukan secara sektoral, ad hoc, parsial dan bersifat sesaat berdasarkan tugas pokok fungsi dari masing-masing instansi sehingga kinerja pengelolaan banjir tidak bisa optimal. Upaya penanganan banjir ini harus dilakukan secara holistik dan sinergis dari seluruh instansi meskipun mungkin harus lintas wilayah administrasi terkait aliran air dari hulu sampai hilir.
"Penting juga dipikirkan agar pemanfaatan DAK-desa mempunyai rujukan regulasi yang tepat sehingga otoritas pemda mudah eksekusinya dalam menjadikan alokasi dana desa bisa mendukung upaya solusi permanen atasi banjir terutama di desa terdampak," imbuh Ani.
Perwakilan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cisanggarung Kementerian PUPR, Yudi Yudhistira menuturkan pihaknya mendukung upaya yang akan dilakukan Kementan dalam melakukan tata kelola infrastruktur pertanian. BBWS Cisanggarung akan melakukan normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan perbaikan pintu-pintu air yang rusak.
. "Kami terus melakukan normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS). Memang belum semua DAS dapat dinormalisasi karena anggaran yang dialokasikan pusat belum dapat menjangkau semua DAS yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon" ungkap Yudi.
Menurutnya, upaya normalisasi DAS ini juga terkendala oleh banyaknya bangunan-bangunan liar yang berdiri di sepanjang DAS. "Kementerian PUPR terus berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Cirebon untuk melakukan penertiban terhadap bangunan liar tersebut," ujar Yudi.
Kepala Dinas Pertanian TPH Kab Cirebon Ali Effendi sangat mengapresiasi adanya FGD ini mengingat besarnya kontribusi Kab Cirebon dalam Upsus Swasembada Pajale, dimana Kabupaten Cirebon merupakan salah satu sentra pemasok utama beras di Pasar Induk Cipinang, sehingga upaya penanganan banjir ini dirasa sangat penting mengingat dampaknya yang dapat mempengaruhi produktivitas padi Kab Cirebon.
"Adapun beberapa faktor penyebab banjir di wilayah Kab Cirebon di antaranya curah hujan yang tinggi dan kiriman air dari hulu," kata Ali.
Kedua, lanjut Ali, banjir disebabkan karena kerusakan Jaringan Irigasi yang menyebabkan terhambatnya aliran air dan pintu air di kali pembuangan banyak yg rusak. Ketiga, sedimentasi saluran irigasi dan long storage kali malang dan sulitnya aliran kali menuju muara pantai karena sedimentasi pantai yg semakin lebih tinggi.
"Dan keempat, Normalisasi dan pelebaran kali pembuang yang belum juga selesai," sebut Ali.
Terkait hal ini, Ali mengungkapkan pemerintah Kab Cirebon telah melakukan berbagai upaya untuk menangani banjir sesuai kewenangan kabupaten. Pertama, mengusulkan kepada pemerintah pusat melalui BPTP Jawa Barat agar penanganan banjir di wilayah Kab Cirebon dijadikan Rencana Aksi Nasional. Kedua, melaksanakan normalisasi saluran irigasi setiap tahunnya. Ketiga, membuat bangunan pemecah ombak di bibir pantai. Keempat, Anjuran penanaman lebih cepat untuk menghindari tanam sulam yang terkadang sampai tiga kali karena banjir.
"Kelima, anjuran kepada petani untuk mengikuti Asuransi Usaha Tanaman Pangan dan pemanfaatan benih bersubsidi," pinta Ali.
Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Prof Budi Indra Setiawan menganjurkan agar kelompok tani dan pemerintah daerah mau bersinergi dan bergotong rotong dalam melakukan upaya normalisasi DAS. Sinergi ini baik dalam melakukan pengerukan lumpur di sepanjang long storage secara rutin maupun pembersihan eceng gondok dan sampah-sampah.
"Kami berharap pemerintah daerah dapat mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan disamping melakukan pemetaan luasan daerah yang terkena banjir serta melakukan kajian tentang efektifitas long storage Kali Malang dalam menanggulangi banjir dan kekeringan," jelas Budi
"Sedangkan untuk solusi jangka menengah, menegaskan agar pemerintah membangun infrastruktur pencegah lumpur yang berasal dari laut disamping melakukan perbaikan pintu air di antara long storage Kali Malang dan sungai serta menyusun rancang bangun pintu air yang efektif," tegas Budi.
Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI Herman Chaeron yang berkesempatan hadir saat FGD berlangsung, berharap semua pihak yang terlibat harus "concern" terhadap masalah ini mendalami semua aspek yang berkaitan dengan masalah banjir ini. Hal ini baik pada faktor apa yang menyebabkan banjir, pada situasi dan iklim seperti apa banjir terjadi dan daerah mana saja yang terkena banjir.
"Hal ini dirasa perlu untuk menggali kompleksitas masalah yang terjadi sehingga dapat diurai upaya-upaya untuk mengatasinya," ungkap Herman.
Oleh karena itu, Herman berjanji akan mendukung penganggaran upaya penanganan banjir ini dengan mengintegrasikan beberapa Kementerian/Lembaga yang terkait yaitu KemenLHK, Kementan, KemenPUPR , Kemendesa, KKP dan Pemda untuk duduk bersama membicarakannya secara komprehensif mengatasi banjir yang mengganggu swasembada pangan nasional.