Kementan Dorong NTT sebagai Provinsi Kawasan Sentra Jagung Nasional


JAKARTA - Optimalisasi peningkatan luas lahan tanam jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terus dikebut. Hal itu tak lepas dari masih banyaknya lahan yang cukup potensial. Tak ayal, pemerintah setempat bertekad menjadikan daerah yang beribukota di Kupang tersebut, sebagai provinsi jagung.

Fakta itu ditunjang dengan sumbangsih NTT dalam produksi jagung nasional. Di mana pada Desember 2016, luas tanam komiditi ini tercatat 180.824 hektar atau sekitar 24% luas tanam jagung nasional sebesar 764.470 hektar. Disusul oleh NTB sebesar 83.669 ha dan Sumut  76.436 ha.

"Di bulan januari 2017 ini sampai dengan 21 januari ini luas tanam jagung di NTT masih cukup luas yaitu sebesar 43.940 hektar. Lebih tinggi dari NTB yaitu sebesar 28.679 hektar," ujar Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur, Ani dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/1).

Adapun provinsi penghasil jagung lainnya seperti Jatim, Sumut, Gorontalo, dan Lampung telah mencapai puncak tanamnya di bulan bulan sebelumnya.

Dipaparkan Ani, selain Sumba Timur yang notabene sebagai kabupaten sentra jagung, ada beberapa daerah di NTT yang memiliki hal serupa. Diantaranya yang terbesar adalah TTS, TTU, Kupang, Sumba Barat Daya, Malaka, Flores Timur dan Sikka.

"Wajar ketika itu, Gubernur NTT ingin menjadikan NTT sebagai provinsi jagung. Kami akan dukung penuh," jelasnya.

Ani menambahkan, sejalan dengan itu pula, jagung komposit ataupun hibrida yang khusus ditujukan untuk bahan baku makanan ternak telah ada kesiapan, dimana hasil panennya telah ber-MOU dengan GPMT dan beberapa pengusaha ternak di NTT.

"Mereka sudah berkomitmen akan menampung hasil jagung petani sebagai bahan baku makanan ternak," tambahnya.

Sementara, Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTT,7 Johannes Tay Ruba mengungkapkan, mayoritas warga menanam jagung ketika musim penghujan tiba. Dengan puncak musim tanam terjadi pada Desember.

Tay menjelaskan, jagung lokal NTT yang dikenal dengan jagung pulut punya kekhasan tersendiri. Rasanya kenyal, sedikit manis tetapi mengenyangkan.

"Mungkin gelatin atau kandungan nutrisi tertentu yang membuatnya banyak disukai masyarakat. Walaupun sekarang banyak warga yang mulai mengkonsumsi beras, mereka tidak meninggalkan makan jagung," jelasnya.

"Bahkan ada di Kabupaten  Sikka, masyarakat masih mananam jagung di pekarangannya sendiri untuk mencampurnya dengan beras sebagai makanan pokok dengan perbandingan 70:30 (beras dan jagung)," pungkas Ani.




Berita Lainnya