Neraca Perdagangan Pertanian Indonesia 2018 Surplus US$ 10 Miliar


Jakarta - Upaya peningkatan produksi pertanian dalam berbagai kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memberi dampak secara langsung pada peningkatan kinerja perdagangan, utamanya komoditas pertanian strategis. 

 

Hal ini terlihat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada angka neraca perdagangan hasil pertanian Indonesia tahun 2018, surplus senilai US$ 10 M . Sedangkan nilai ekspor pada tahun yang sama naik sebesar US$ 29 M atau hampir dua kali lipat dari nilai impor yang hanya US$ 19 M.

 

Sementara itu, dari sisi volume ekspor pada tahun 2018 jumlahnya meningkat sebanyak 42, 5 juta ton atau dengan kata lain lebih tinggi jika dibandingkan dengan volume ekspor pada tahun 2017 yang mencapai 41,3 juta ton.

 

"Dengan angka tersebut, artinya peningkatan kita sebanyak 1,2 juta ton," ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri, Jumat (8/2).

 

Menurut Kuntoro, total nilai ekspor ini jika diakumulasikan selama empat tahun, yakni periode 2015-2018 jumlahnya mencapai Rp 1.764 triliun. Selain itu, nilai ekspor tahun 2018 juga meningkat sebesar 29,7 persen bila dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai Rp 384,9 Triliun.

 

"Peningkatan nilai ekspor ini didukung sejumlah terobosan Kementan dalam kebijakan maupun program," kata Kuntoro.

 

Kuntoro mengatakan, trobosan yang dimaksud antara lain deregulasi kebijakan dan perizinan. Kemudian melakukan pengendalian impor dan mendorong ekspor dengan sistem layanan karantina jemput bola (_in line inspection_).

 

"Kami juga mendorong modernisasi pertanian, kemudian melakukan kerjasama dengan KADIN, HKTI, KTNA, Universitas, Eksportir, Pameran, Promosi dan Kontak Bisnis," katanya.

 

Kuntoro mengatakan, selama empat tahun terakhir peningkatan ekspor ini turut didorong oleh peningkatan nilai investasi. Misalnya pada periode tahun 2013-2018, total investasi pertanian di Indonesia mencapai Rp 270,1 triliun.

 

"Selama kurun waktu tersebut, nilai investasi pertanian tahun 2018 mencatat rekor tertinggi, yaitu Rp 61,6 triliun. Capaian investasi tahun 2018 tersebut meningkat 110,2 persen dibandingkan investasi tahun 2013 senilai Rp 29,3 triliun," tambahnya.

 

Meski demikian, peningkatan investasi pada sektor pertanian juga sangat tergantung pada ketersediaan lahan serta peran para pengusaha sebagai faktor produksi.

 

"Karena itu transparansi, kemudahan, kepastian penyelesaian proses dan prosedur, waktu, biaya, serta kualitas administrasi lahan menjadi faktor kritis dalam mendorong berkembangnya investasi di sektor pertanian," katanya.

 

Seperti diketahui, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaku usaha domestik maupun mancanegara yang berinvestasi di sektor pertanian. Salah satu program terobosannya adalah

kemudahan perizinan.

 

Di lingkungan Kementerian Pertanian sendiri, kemudahan ini sudah terealisasi melalui sistem layanan berbasis Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Perizinan Pertanian secara Elektronik. Sistem ini memperpendek waktu layanan perizinan sehingga lebih transparan dan akuntabel.

 

Selain itu, Kementan juga sudah membentuk satgas kemudahan berusaha di sektor pertanian. Misalnya Tim Percepatan Investasi Tebu, Sapi, dan jagung. Tim ini mengumpulkan bahan, terkait dengan persyaratan dan proses untuk memperoleh izin dan lahan, serta mengkompulasikan pengalamannya mendampingi calon investor, mengurus perizinan investasi, dan lahan.

 

"Kementan bekerja sama dengan KADIN ataupun lembaga yang terkait secara langsung untuk memroses pemberian izin dan lahan untuk investasi. Kami juga turut memfasilitasi komunikasi antara investor dengan pemerintah daerah maupun petani setempat," tandasnya. (*)





Berita Lainnya