Kementan: Kemitraan Peternak dengan Pelaku Usaha Persusuan Nasional Tetap Penting


Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menanggapi isu yang berkembang terkait penyediaan dan pembelian susu. Melalui Direktorat Jendral Perternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan menegaskan bahwa meski ada perubahan regulasi, pihaknya tetap mendorong untuk kemitraan antara peternak dan industri persusuan nasional yang sama.

 

"Bagaimanapun keberadaan Permentan 26 tahun 2017 walaupun sudah direvisi, telah menyadarkan atau menggugah semua pihak bahwa keberpihakan pada peternak pada prinsipnya sangat diperlukan. Tujuannya agar peternak yang kecil dan besar, serta para pelaku yang di hilir dan yang di hulu tumbuh bersama untuk keseimbangan ekonomi," ungkap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita di Jakarta, Selasa (14/8).

 

Pernegasan tersebut ditegaskan guna merespon pernyataan Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Agus Warsito yang mengatakan pihaknya saat ini sedang berusaha untuk berbicara dengan Kementerian Pertanian terkait evaluasi terkait aturan tersebut.

 

Ketut menjelaskan perubahan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang penyediaan dan pembelian susu merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO. Karena itu, beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan hortikultura dan peternakan harus direvisi.

 

“Kementan sangat mengapresiasi semakin tingginya komitmen para pelaku yang besar dan pelaku hilir, untuk selalu membangun kemitraan dg peternak dan pelaku di hulu,” jelas dia.

 

Apalagi kondisi saat ini, dikatakan Ketut, dinamika global yang terus menggerus nilai rupiah. Dampaknya, pasokan bahan baku (susu) impor dirasakan semakin mahal. 

 

Substusi bahan baku susu dalam negeri, menjadi sangat dibutuhkan agar produk olahan susunya tetap mampu bersaing, baik dipasar domestik maupun pasar ASEAN atau bahkan Asia.

 

“Jika kita berani menjadi anggota WTO, risikonya adalah kita harus mampu mensinergikan aturan aturan atau regulasi kita terhadap aturan yang ada di WTO. Setelah kita sinergikan, bukan berarti kita harus habis akal,” ucapnya.

 

“Kita harusnya menghimbau terus menerus para Integrator untuk terus memperkuat

penyerapan atau pemanfaatan produk dalam negeri. Semangat ini yg harus ditumbuh kembangkan untuk dignity bangsa,” sambung Ketut.

 

Lebih lanjut Ketut menegaskan dalam Permentan Nomor 30/2018 prinsip dasarnya adalah memang menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi. Karenanya, Kementan tetap mendorong pola kemitraan dengan regulasi lain sebagai pengganti. Perubahan ini dilakukan karena ada keberatan dari AS dan ancaman akan menghilangkan program GSP terhadap komoditas ekspor Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor produk Indonesia ke AS.

 

“Dengan perubahan permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap akan diatur dalam rangka peningkatan populasi dan produksi susu segar dalam negeri. Pelaksanaan kemitraan ini tetap kita dorong untuk dilakukan oleh seluruh pelaku usaha persusuan nasional,” tegasnya.

 

Perlu diketahui, karena Permentan 26/2017, proposal kemitraan yg masuk hingga 6 Agustus 2018 sebanyak 99 proposal dari 118 perusahaan, terdiri dari IPS 30 dan importir 88 perusahaan dengan nilai investasi sebesar Rp 751,7 miliar.

 

Adapun bantuan yang diberikan Kementan untuk memajukan peternak yakni Asuransi Ternak Sapi Bersubsisi, Inseminasi Buatan (IB) dalam program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus SIWAB), Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus utk pembiakan sapi, memfasilitasi kapal khusus ternak

 

“Memfasilitasi kemitraan ini harus segera kita siapkan regulasi pengganti karna paling dirasakan manfaat nya langsung para Peternak dan lintas kementerian dan lembaga terutama Kementerian Koperasi dan UKM,” tandas Ketut.




Berita Lainnya