Mentan Pimpin Indonesia Pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN Bidang Pertanian, Perikanan dan Kehutanan


Chiang Mai - Menteri Pertanian, Amran Sulaiman selaku Ketua AMAF Indonesia memimpin delegasi Indonesia yang terdiri dari pejabat-pejabat Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Luar Negeri pada pertemuan ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF) ke-39 (39th AMAF), dan ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry Plus Three ke-17 (17th AMAF+3), pada 28-29 September lalu.

Rangkaian pertemuan AMAF ke-39 dan AMAF+3 ke-17 yang dihadiri oleh seluruh Menteri dan/atau Wakil Menteri Pertanian negara-negara ASEAN dan ASEAN+3 (Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan) ini, dibuka resmi oleh Wakil Perdana Menteri Thailand, Air Chief Marshal Prajin Juntong.

Dalam sambutannya, Amran Sulaiman menyampaikan komitmennya untuk terus mendukung upaya peningkatan ketahanan dan keamanan pangan di kawasan, salah satunya dengan mendukung pengesahan Panduan ASEAN dalam penggunaan  anti microbial pada ternak yang tidak hanya akan melindungi kesehatan hewan, tapi juga kesehatan masyarakat di kawasan ASEAN. Selain itu, juga disampaikan dukungan Indonesia terhadap pembentukan ASEAN Coordinating Center for Animal Health and Zoonoses atau ACCAHZ yang akan mendukung upaya pencegahan dan pengawasan penyakit lintas batas dan zoonoses di kawasan.  Rencana pembentukan center ini juga akan mendukung program Pemerintah Indonesia dalam upaya pencapaian swasembada daging Indonesia dengan mencegah masuknya berbagai penyakit hewan melalui perbatasan-perbatasan Indonesia dengan negara-negara ASEAN.

Secara umum pertemuan ini bertujuan untuk membahas sejumlah dokumen kerja sama yang telah direkomendasikan oleh SOM AMAF seperti pada kerja sama sub sektor peternakan, tanaman pangan, perikanan, kehutanan. Pada sektor ketahanan pangan, para Menteri ASEAN menyepakati ASEAN Regional Guidelines on Food Secusrity and Nutrition Policy sebagai kerangka umum untuk memperkuat kerja sama ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih kuat di kawasan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan keamanan produk pertanian serta memfasilitasi perdagangan produk pertanian ASEAN, para Menteri ASEAN menyetujui 10 (sepuluh) dokumen terkait harmonisasi Maximum Residue Limits (MRLs), mekanisme registrasi vaksin hewan di ASEAN, sistem identifikasi dan ketertelusuran hewan di ASEAN, dan standar ASEAN untuk produk hortikultura seperti jagung muda, buncis, jamur, dan talas.

Pada sektor perikanan, pertemuan tingkat Menteri ini telah mengesahkan dokumen ASEAN Catch Documentation Scheme for Marine Capture Fisheries sebagai salah satu alat untuk memerangi IUU Fishing dan menjamin legalitas produk perikanan ASEAN, sehingga dapat meningkatkan daya saing di pasar global. Selain itu, Indonesia juga melaporkan perkembangan penyusunan ASEAN Tuna Ecolabelling, untuk menjamin produk tuna ASEAN diperoleh dengan memperhatikan kelestarian sumber daya dan lingkungan. Menanggapi isu delisting carrageenan dari Daftar Nasional AS sebagai bahan makanan tambahan pada produk organik, Indonesia sebagai penghasil rumput laut terbesar di ASEAN telah menyampaikan dukungan terhadap upaya bersama untuk menolak delisting tersebut.

Terkait usulan Thailand untuk menyusun ASEAN Common Fisheries Policy (ACFP), Indonesia menanggapi bahwa proposal tersebut tidak sesuai dengan karakter perikanan ASEAN yang didominasi oleh perikanan skala kecil, dan terdapat kesenjangan yang cukup besar pula dalam kemampuan pengelolaan perikanan antara negara anggota ASEAN. Indonesia menyatakan tidak mendukung ACFP dan mendorong ASEAN untuk mengimplementasikan berbagai dokumen kerja sama ASEAN sektor perikanan yang telah disepakati sebelumnya. Salah satunya adalah Resolution and Plan of Action on Sustainable Fisheries for Food Security for the ASEAN Region Towards 2020, yang diadopsi dan ditandatangani pada tahun 2011 oleh para menteri negara anggota ASEAN-SEAFDEC yang menangani sektor perikanan. Dokumen tersebut secara jelas menghargai hak berdaulat, kewajiban, tanggung jawab, dan perbedaan antar negara anggota ASEAN dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Indonesia kembali menekankan bahwa yang dibutuhkan ASEAN saat ini adalah implementasi dokumen perikanan yang telah disepakati daripada menyusun sebuah Common Policy.

Para Menteri ASEAN juga menyampaikan apresiasinya terhadap perkembangan kerja sama dibidang kehutanan yang mencakup peningkatan manajemen hutan berkelanjutan (SMU), sertifikasi hutan, pengembangan produk kehutanan, perlindungan satwa liar, dan berbagai isu pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), Forest Law Enforcement and Governance (FLEG), serta perubahan iklim.

Pada pertemuan ASEAN Plus Three, para Menteri menyepakati rencana strategis kerjasama ASEAN Plus Three bidang pangan, pertanian, dan kehutanan periode 2016-2025, yang difokuskan pada upaya menjamin keamanan pangan, mempromosikan pembangunan pertanian dan kehutanan berkelanjutan, serta peningkatan perdagangan di negara-negara ASEAN Plus Three. Selain itu, para Menteri Pertanian ASEAN juga menyetujui rencana perpanjangan perjanjian ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) untuk 5 (lima) tahun kedepan (2018 - 2022). APTERR sendiri merupakan skema kerjasama ASEAN dengan negara-negara Plus Three yang ditujukan untuk memperkuat ketahanan pangan dan membantu negara-negara anggota khususnya dalam keadaan bencana alam atau darurat.

Di sela-sela pertemuan tersebut, Indonesia juga berkesempatan untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Korea Selatan dan Vietnam. Pertemuan bilateral dengan Korea, membahas keinginan peningkatan akses pasar produk pertanian kedua negara khususnya untuk produk susu dan buah tropis, serta kerjasama program pendidikan tinggi bidang pertanian bagi mahasiswa Indonesia ke Korea. Sementara pertemuan bilateral dengan Vietnam membahas upaya peningkatan kerjasama pertanian antara kedua negara.

 




Berita Lainnya