Meneropong Kembali Bawang Merah Nasional


Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Spudnik Sujono, menyatakan membaiknya produksi dan harga bawang merah berdampak positif terhadap perekonomian nasional. Sebab, komoditas tersebut kini turut menjadi salah satu faktor deflasi pada Agustus 2017, setelah sekian lama "dituduh" penyebab inflasi nasional.

Menurutnya, capaian tersebut pun berdampak positif terhadap petani. Mereka sekarang berlomba-lomba mencoba peruntungannya untuk tanam bawang merah. Apalagi, pemerintah melalui Kementan sudah menutup keran impor semenjak 2016 hingga kini dalam rangka membangkitkan gairah petani serta menekan biaya produksi.

"Adanya program pemerintah yang saling bersinergi untuk mengatur komoditas ini, juga berimplikasi dengan maraknya pertanaman bawang merah seantero Indonesia Raya. Sentra-sentra baru terus bermunculan sepanjang dua tahun terakhir ini," ujar Spudnik di Jakarta, demikian disampaikan beberapa hari yang lalu (29/9/2017).

Karenanya, bawang merah kini tidak cuma tersohor di Brebes dan Cirebon, melainkan juga di Enrekang Sulawesi Selatan, Solok Sumatera Barat, Tapin Kalimantan Tengah, Demak Jawa Tengah, Nganjuk Jawa Timur, Bima Nusa Tenggara Barat, dan sebagainya. Sehingga, daerah-daerah yang awalnya sangat tergantung dengan pasokan di Pulau Jawa, perlahan mandiri.

"Dan tentu saja, hal ini telah membentuk suatu tatanan tata niaga yang baru, di mana jalur distribusi dari dan ke suatu daerah memiliki kecenderungan berubah. Perdagangan bawang merah sedang menuju titik keseimbangan baru yang ditandai dengan makin rendahnya fluktuasi dan disparitas harga," papar Spudnik.

Mantan Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Tanaman Pangan itu kemudian menerangkan upaya-upaya yang telah dilakukan Kementan demi terwujudnya swasembada bawang merah. Katanya, meningkatnya produksi komoditas tersebut tak lepas dari dukungan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta pengawasan terhadap pola tanam bawang merah.

Pemerintah, sambung Spudnik, juga membuat instrumen pengatur harga batas bawah di produsen dan batas atas pada konsumen untuk beberapa komoditas strategis, termasuk bawang merah. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017, disepakati batas bawah untuk konde basah Rp15 ribu, konde askip Rp18.300, dan rogol askip Rp22.500.

"Sedangkan batas atas, yaitu di tingkat konsumen Rp32.000. Permendag ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan dan rencana aksinya," katanya.

'Jurus' lain ialah bermitra dengan petani atau disebut "Champion" yang berkomitmen membantu pemerintah dalam stabilisasi harga. Lalu, pemerintah mendukung industri rumah tangga sebagai bentuk perhatian di sektor hilir dengan memberikan alat pengolah bawang merah yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk, khususnya di saat panen melimpah.

Spudnik mengatakan, pemerintah melakukan itu semua semata-mata demi kesejahteraan petani, menjaga pasokan dan harga bawang merah. Sehingga, semua petani dapat menikmati jerih payahnya dengan harga jual yang pantas dan keterjangkauan di tingkat konsumen.

Di sisi lain, pemerintah mengakui tidak mampu bekerja sendiri untuk menjaga stabilitas stok dan harga bawang merah sekaligus menyejahterakan petaninya secara berkesinambungan. Karenanya, diharapkan adanya dukungan dari pihak lain, agar hal tersebut dapat terwujud sekaligus memperbaiki perekonomian nasional.

Misalnya, kala petani mengeluh soal rendahnya harga jual, diharapkan ada dukungan dan sinergisitas, seperti dari perbankan, BUMN, Kementerian Perdagangan, Kementan, TPID, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, serta pelaku usaha lainnya dalam penanganannya.

"Saya berkeyakinan, semua pihak memiliki peran penting masing-masing yang dapat saling bersinergi untuk bersama-sama menyejahterakan petani bawang merah. Pemerintah dapat menelurkan serangkaian kebijakan yang mampu menarik investasi di bidang ini, sehingga swasta dapat menggarap bidang yang menarik ini untuk bersama-sama menjaga stabilitas pasokan dalam jangka panjang," tuturnya.

Swasta, lanjut peraih gelar doktor dari Universitas Brawijaya itu, kemudian bisa memfasilitasi sarana dan pendampingan teknis yang dibutuhkan petani, sementara pemerintah membangun infrastruktur penunjang. Misalnya, jaringan irigasi dan paket regulasi pendukung demii terwujudnya Indonesia sebagai produsen pangan yang handal.

"Dengan begitu, cita-cita Indonesia menjadi lumbung pangan dunia 2045 dapat lebih mudah tercapai dan kesejahteraan petani bawang merah dapat tercapai pula," tutup Spudnik.




Berita Lainnya